ANTARA/HO-Humas PLN Papua

Pemerintah Mengumumkan Kebijakan Insentif Selama Dua Bulan Pada Tahun 2025 Untuk Menekan Tingkat Inflasi

Selasa, 17 Des 2024

Pemerintah mengungkapkan bahwa penyaluran bantuan pangan dan diskon listrik sebesar 50 persen yang hanya akan berlangsung selama dua bulan di awal tahun 2025 bertujuan untuk menahan laju inflasi pada kuartal pertama, seiring dengan penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.

Sebagai informasi tambahan, Pemerintah akan memberikan bantuan pangan sebanyak 10 kilogram (kg) per bulan kepada masyarakat di desil 1 dan 2, yang mencakup 16 juta penerima selama periode Januari-Februari 2025. Selain itu, diskon biaya listrik sebesar 50 persen akan diberikan selama dua bulan kepada pelanggan listrik dengan daya terpasang hingga 2200 VA, sebagai upaya untuk meringankan beban pengeluaran rumah tangga.

Desil 1 merujuk pada kelompok masyarakat yang tergolong miskin atau memiliki pendapatan terendah, sedangkan desil 2 mencakup kelompok berpenghasilan rendah yang lebih baik dibandingkan dengan Desil 1.

Kedua kebijakan ini juga dihadirkan sebagai bentuk insentif di tengah penerapan tarif PPN 12 persen yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Pada bulan Januari, biasanya terjadi peningkatan tingkat inflasi akibat perayaan Nataru (Natal dan Tahun Baru). Selain itu, momen menjelang Lebaran dan akhir tahun, seperti Natal, juga berkontribusi terhadap hal ini. Oleh karena itu, kuartal pertama menjadi sangat krusial. Mengenai insentif yang diberikan selama dua bulan, diharapkan dapat membantu masyarakat kelas menengah pada saat inflasi berada pada tingkat yang relatif tinggi, melalui bantuan pangan dan diskon listrik. Dengan demikian, diharapkan inflasi dapat terjaga dan daya beli yang dihasilkan dari bantuan tersebut dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama, seperti yang disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, dalam media briefing di Jakarta pada hari Selasa.

Ferry memproyeksikan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun depan hanya akan berkontribusi pada tambahan inflasi sebesar 0,3 persen secara tahunan (yoy) berdasarkan perhitungannya.

Prediksi inflasi tersebut juga didukung oleh adanya insentif lain, yaitu PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk tepung terigu, Minyakita, dan gula industri. Dengan kebijakan ini, tarif PPN untuk ketiga komoditas pokok tersebut tetap dipertahankan pada 11 persen meskipun tarif umum telah meningkat menjadi 12 persen.

Ferry menganggap bahwa kuartal I-2025 adalah periode yang sangat penting karena berpotensi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2025.

“Sehingga, seperti mesin, idealnya kita sudah menyiapkan dorongannya di awal. Dengan demikian, inflasi dapat terjaga dan pertumbuhan ekonomi tetap stabil,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa tim pengendalian inflasi akan terus melakukan pemantauan terhadap pergerakan harga secara berkala.

Selain memberikan bantuan pangan dan diskon tarif listrik, Pemerintah juga akan memberikan insentif seiring dengan penetapan PPN 12 persen pada tahun depan.

Pemerintah tetap akan memberikan fasilitas bebas PPN atau PPN dengan tarif 0 persen untuk barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat umum dan berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari.

Barang dan jasa yang dimaksud mencakup bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayuran, susu segar, gula konsumsi, serta berbagai layanan seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, keuangan, asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta penggunaan listrik dan air minum.

Untuk mempertahankan daya beli masyarakat, Pemerintah melanjutkan pemberian berbagai insentif yang telah ada sebelumnya, seperti PPN DTP Properti untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar, dengan dasar pengenaan pajak maksimum Rp2 miliar.

Pemerintah juga menerapkan PPN DTP untuk kendaraan listrik (EV) terkait penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, serta Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) DTP untuk impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang diproduksi di dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta pembebasan Bea Masuk untuk EV CBU.

Selain itu, terdapat kebijakan baru yang akan diterapkan oleh Pemerintah untuk masyarakat kelas menengah, termasuk pemberian PPnBM DTP untuk Kendaraan Bermotor Hybrid, insentif PPh Pasal 21 DTP bagi pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan, optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK, serta diskon sebesar 50 persen atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) untuk sektor industri padat karya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa berbagai insentif tersebut tidak hanya ditujukan untuk masyarakat umum, tetapi juga disiapkan sebagai stimulus bagi sektor usaha, khususnya untuk melindungi UMKM dan Industri Padat Karya yang merupakan pilar utama perekonomian nasional.

“Insentif ini mencakup perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen hingga tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama tujuh tahun dan berakhir pada tahun 2024,” ungkapnya pada Senin (16/12).

UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun akan sepenuhnya dibebaskan dari kewajiban PPh tersebut.

Pemerintah juga menyediakan Pembiayaan untuk Industri Padat Karya guna revitalisasi mesin dengan tujuan meningkatkan produktivitas melalui skema subsidi bunga sebesar 5 persen.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Komentar